Bulu Perindu Sukma


https://encrypted-tbn1.google.com/images?q=tbn:ANd9GcSMuyclZRZF-E5jwtOBQjHBauWr8ApIiVvOzvpSnDtVTLyvMhvk_A


Bulu Perindu Asli Kalimantan 082168589479 /2683F21E


http://3.bp.blogspot.com/-xmTT4hSP4Y0/U3cXlQ58WEI/AAAAAAAAAGE/YVDQ8thOGbo/s1600/10342009_474747462656295_8105383633532268584_n.png


Di dalam blog ini akan saya jelaskan tentang khasiat dari Bulu Perindu yang melegenda yang khasiat utamanya adalah sebagai media pengasihan atau pemikat lawan jenis,baik Pria ataupun Wanita. Bulu perindu dapat mengatasi Solusi asmara anda yang kandas,pacar di ambil orang,cinta bertepuk sebelah tangan, dan semua yang berhubungan dengan asmara ..



Ciri - ciri keaslian





Jika di tetesi / dibasahi air dan di letakkan di atas lantai atau sehelai kertas, maka secara menakjub kan Bulu Perindu tersebut akan menggeliat - geliat laksana seekor cacing. Sepasang Bulu Perindu jika di dekatkan / dipertemukan ujung - ujungnya, secara ajaib akan berangsur - angsur saling mendekat dan melilit.


Testing Video Keaslian Bulu Perindu Sukma





mahar tingkat satu 300.000 sudah ongkos kirim


khasiatnya antara lain.. pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita.


mahar tingkat Dua 550.000 ribu sudah ongkos kirim


Khusus yang tingkat dua perbedaanya dengan tingkat satu adalah khusus bagi yang sudah berumah tangga atau sudah menikah, mengapa demikian karena power atau bulu perindu tingkat 2 mempunyai power 2x lebih besar dari tingkat 1 karena untuk orang yang sudah menikah rata-rata mempunyai aura yang sudah melemah karena faktor energi cakranya yang meredup akibat sudah seringnya berhubungan badan, jadi di butuhkan kekuatan ekstra untuk


menggunakan bulu perindu ini.


kekuatan bulu perindu tingkat 2 ini di fokuskan untuk mengembalikan pasangan yang selingkuh/pergi dengan laki-laki lain atau sudah tidak cinta lagi


khasiatnya antara lain..


pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita tanpa ritual,puasa dan tanpa pantangan juga bisa di wariskan ke Anak CucuTanpa perlu panjang lebar berikut Testimoni para pemakai Bulu Perindu Sukma.





"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"



"Bagi
Para Pria dan wanita Yang Ingin Berhasil Dalam Mengatasi masalah
asmara,jodoh,perselingkuhan,agar di sayang atasan dan juga pelaris
usaha,Bisa Menggunakan Bulu Perindu Ini Sebagai Solusi"




























Gak
banyak-banyak deh, Cuma mo bilang makasih kepada Bapak Hendro Susilo
atas bantuannya. Kini istri saya semakin sayang dan perhatian , Buluh
perindunya mantabs banget deh pokoknya.




Mondanamondan***@gmail.com

Muhammad Akbar

Karyawan Bank Swasta
Jl. Pahlawan No. 59 Bandung



Awalnya
percaya nggak percaya sih. Namun ternyata gadis impianku kini bisa
berada di sampingku. Buluh perindu dari Bapak Hendro Susilo memang bisa
diandalkan.tempo beberapa hari sudah ada reaksinya Terima kasih saya
ucapkan kepada Bapak Hendro S.




Hari Purwanto Jaya
Staff Accounting Perusahaan Asing
Rohmat _ megacom***@yahoo.co.id


SMK Tunggal Cipta, Sambirejo, Barukan, Manisrenggo





Ragu
pada saat melihat-lihat di google karena memang sangat banyak yang
menawarkan Buluh Perindu. Belum lagi komentar dari orang-orang yang
bernada “miring” ditambah lagi dengan pengalaman pahit product sejenis
yang tidak bereaksi apa-apa membuat saya menjadi malas. Tapi entah
kenapa dengan Bapak hendro Susilo ini saya merasakan ada yang berbeda,
akhirnya saya putuskan untuk mencoba menggunakan Buluh Perindu dari
bapak Hendro Susilo dengan modal spekulasi. Kalau berhasil ya
Alhamdulilah jika masih gagal ya sudahlah namanya juga usaha. Beberapa
waktu sejak order Buluh Perindu datang sepertinya tidak terjadi
perubahan namun saya tetap konsisten menjalanka Ibadah dan senantiasa
berdoa dan tidak berapa lama akhirnya masalah saya terselesaikan. Usaha
saya lancar jaya..




Dedi Mulyono
Pengusaha Bisnis Retail
Hallibrezekimelim***@yahoo.com


Jl.Jend.Sudirman no.32 Makasar





Mohon
maaf kepada Bapak Hendro Susilo, awalnya saya sempat meremehkan Buluh
Perindu dari Bapak karena pengalaman buruk saya menggunakan Buluh
Perindu dari orang lain tidak berhasil. Berkat saran- saran dari Bapak
untuk menjalankan amalan-amalan ibadah dengan konsisten akhirnya saya
dapat menyelesaikan masalah yang mendera saya. Buluh Perindu dari Bapak
Hendro Susilo memang manjur. Terimakasih


Titik _ titikban***@plasa.com


Jl. Gajah Mada, Bangil, Jawa Timur




Akhirnya Hutang Gue bisa gue cicil memang hebat resep dari mas Hendro Susilo. Maju terus Buluh Perindu nya ya mas.


Binsamdonysemestar***@plasa.com


Jl. Raya Cetho - Sukuh, Karanganyar




Mas
Hendro, Masalah sudah terselesaikan, terimakasih banyak. Jempolan
memang Buluh Perindunya. alhamdulillah istri saya yang pergi sudah
kembali ke rumah dan keluarga kami semakin harmonis.


Roihanabadipuls***@ymail.com


Tuban, Jawa Timur




Bener-bener
beda, syarat ndak repot, Buluh Perindunya bisa diwarisin lagi. Dimana
coba bisa nemu produk seperti ini. Btw terimakasih kang Hendro Susilo.
Masalah yang lalu kini tinggal masa lalu. Sekarang saatnya menikmati
kehidupan yang baru. Suamiku sudah tidak suka selingkuh lagi, dan
semakin betah di rumah setelah pulang dari kantor.


dewi _ mutia***@yahoo.com


Playen, Gunungkidul




Asalkan
sabar dan terus berupaya semuanya akan bisa teratasi. Yang penting
jangan menyerah dan tetap lakukan amalan-amalannya dan tunggu hasilnya.
Di di usia yang ke 38 tahun akhirnya saya mendapatkan istri yang cantik
. Saya tidak ragu untuk merekomendasikan produk Bapak Hendro Susilo
yang terkenal dengan Buluh Perindunya.


Sanudin _ sanu***@yahoo.com


Jl Parakan Paat 3 no 142 Rt 01 Rw 07 Kel Cis Endah




Jadi
gak takut nih mo nyicil barang-barang, semuanya bisa terlunasi kok
sekarang. Penghasilan udah nambah, memang gak banyak banget tapi
alhamdulillah . Terima kasih Pak Hendro udah bantuin. dan saya semakin
rajin berinfak atas saran pak Hendro Susilo


imronmuslimin***@gmail.com


Ds. Tegalrejo RT 03 / RW 02 Kec. Merakurak, Tuban




Mau kasih testimoni apa ya? Susah juga kalo gak nyobain sendiri. Pokoke Buluh Perindu. Top markotop deh Mas Hendro nya..


MrMmultisejaht***@rocketmail.com


Kp. Cibogo RT 01 RW 01 Ds. Sukajadi.









Pembayaran dapat di lakukan ke salah satu rekening di bawah ini:


"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"












Bank BCA Kantor Cabang: KCU Bukit Barisan


No. Rekening : 3831172434


Nama Pemilik : Hendro Susilo


Bank Mandiri Kantor Cabang: KCP Medan Simpang pos


No. Rekening : 105-00-1057268-7


Nama Pemilik : Hendro Susilo




setelah transfer harap konfirmasi sms ke no 082168589479 ( Hendro Susilo )
sertakan juga no hp dan alamat lengkap saudara untuk memudah kan pengirimam bulu perindu.
bulu perindu dan tata cara penggunaanya akan di kirim melalui JASA JNE,TIKI DAN POS
Code Resi Paket pengiriman anda dapat di lihat di " CEK STATUS PENGIRIMAN " di bawah ini










JNE:





TIKI:




POS:



dengan cara memsukkan nomor barcode/resi pengiriman yang akan saya berikan kepada anda melalui email/sms
NB: untuk pemohon agar terlebih dahulu mengirimkan email atau sms ke alamat
dan jika ingin kontak langsung hub atau sms ke no 082168589479


TESTIMONI DARI BB


http://4.bp.blogspot.com/-t9cfv5ch0kA/U3cXbmt5auI/AAAAAAAAAF8/sUX8C0C0GzQ/s1600/6DSAu0a.png


Bukti pengiriman JNE dan Pos Indonesia


http://3.bp.blogspot.com/-wcICZA7cex8/UP0_fHW0PiI/AAAAAAAAABg/ELNlcP2U7w0/s1600/Pancur+Batu-20130121-00933.jpg


MAHAR PELET MANTRA 550.000 |MAHAR PELET FOTO |850.000 | MAHAR PELET SEMAR MESEM | 550.000 | MAHAR PUTER GILING 1000.000 | TLP/SMS 082168589479 /2683F21E
CEK RESI LINK : JNE TIKI POS








Jumat, 27 Juni 2014

TASAWUF

Juru Angon

Aqidah Islam merupakan aqidah yang sangat jelas membedakan antara dua hal, yaitu dlahir dan batin. Maksudnya adalah antara syari’at (yang merupakan pintu yang harus dimasuki oleh semua orang) dan hakikat (yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang terpilih). Pemisahan kedua hal ini bukanlah pemisahan yang dipaksakan, tetapi lebih merupakan sesuatu yang sudah semestinya, karena kesiapan manusia itu berbeda-beda dan sebagian mereka ada yang lebih siap untuk mengetahui hakikat.

Kami sering menemui banyak orang yang mengumpamakan syari’at dan hakikat dengan kulit dan isinya atau dengan lingkaran dan titik pusatnya. Syari’at mencakup aspek i’tiqadi (keyakinan), hukum dan aspek sosial-kemasyarakatan, yang kesemuanya tidak bisa dipisahkan dari Islam itu sendiri. Syari’at adalah pintu pertama yang harus dimasuki oleh orang yang mau menempuh jalan tasawuf. Sedangkan hakikat pada dasarnya adalah pengetahuan atau ma’rifat semata. Namun demikian, anda harus mengetahui bahwa ma’rifat inilah yang membuat syari’at memiliki maknanya yang lebih mendalam. Hakikat memberi nilai tambah bagi eksistensi syari’at. Sebenarnya, hakikat – meskipun tidak disadari oleh kebanyakan orang mu’min – adalah “titik pusat”, jika kita umpamakan dengan titik tengah lingkaran.

Syari’at memerintahkan untuk melaksanakan ibadah, sedangkan hakikat mengajarkan tentang penyaksian rubbubiyyah. Syari’at tanpa didukung oleh hakikat tidak akan diterima, begitu juga hakikat tanpa syari’at tidak akan berhasil dicapai. Syari’at diturunkan untuk mengatur makhluk, sedangkan hakikat memberitahu tentang “perbuatan” Allah Swt. Dengan syari’at, engkau menyembah-Nya dan dengan hakikat, engkau menyaksikan-Nya. Syari’at adalah melaksanakan apa yang Allah Swt perintahkan, sedangkan hakikat menyaksikan apa yang oleh Allah Swt telah ditentukan, disembunyikan dan dinampakkan. Saya pernah mendengar Syiekh Abu ‘Ali al-Daqaq berkata: “Bahwa perkataan iyyaka na’budu adalah manifestasi dari syari’at, sedangkan perkataan iyyaka nasta’in sebagai perwujudan dari hakikat. Ketahuilah bahwa syari’at juga merupakan hakikat, karena syari’at wajib ditaati oleh hakikat. Hakikat juga merupakan syari’at, karena semua ma’rifat tentang-Nya diwajibkan dalam syari’at. Lihat al-Risalah al-Qusyairiyah.

Namun demikian, “batin” tidak hanya hakikat semata tetapi juga mencakup jalan yang bisa membawa kepada hakikat tersebut, yakni tarekat yang bisa mengantarkan seseorang dari syari’at menuju hakikat. Jika kita kembali pada gambar simbolis yang berupa lingkaran dan titik pusatnya, maka tarekat bisa diumpamakan dengan garis yang menghubungkan tepi lingkaran dan titik pusatnya. Semua titik yang ada pada tepi lingkaran adalah awal permulaan garis. Garis-garis ini, yang tidak terbatas jumlahnya, semuanya berakhir pada satu titik pusat yang sama. Itulah tarekat, yang bisa berbeda-beda sesuai dengan perbedaan manusia, sehingga ada yang mengatakan bahwa “Jalan-jalan menuju Allah Swt itu sebanyak nafas anak Adam”.

Meskipun jalan-jalan itu berbeda satu sama lain, tetapi tujuannya adalah sama, yakni satu titik yang sama, hakikat yang sama. Perbedaan-perbedaan yang ada pada titik permulaannya, satu persatu mulai hilang. Pada saat seorang salik sampai pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, maka hilanglah sifat-sifat kehambaannya (eksistensi dirinya) – yang pada dasarnya bagaikan penjara bgi ruhaninya. Dia mengalami fana’ atau kehilangan eksistensi dirinya. Yang ada sekarang adalah sifat-sifat rabbani dalam dirinya.

Tarekat dan hakikat adalah dua hal yang menandai tasawuf. Tidak ada madzhab tertentu dalam tasawuf, karena hakikat itu bersifat mutlak. Begitu juga tidak ada aliran tertentu dalam tarekat, karena semua jalan itu menuju pada satu hakikat mutlak, yakni tauhid yang satu. Perlu dicatat, bahwa seorang sufi tidak mungkin mengaku bahwa dirinya seorang sufi, kecuali dia seorang yang bodoh. Dengan mengaku sebagai seorang sufi justeru semakin jelas bahwa dirinya pada hakikatnya adalah bukan seorang sufi. Ini adalah suatu rahasia antara seorang sufi yang sebenarnya dengan Tuhannya. Seseorang hanya diperbolehkan untuk mengaku sebagai seorang mutashawwif, yang merupakan sebutan umum bagi seorang salik pada tingkatan apapun. Sebutan sufi dalam pengertian yang hakiki tidak bisa dilekatkan pada seseorang kecuali ia telah sampai pada tingkatan yang tertinggi.

Mengenai asal usul kata (الصوفي) telah terjadi berbagai perbedaan pendapat. Masing-masing mengemukakan argumentasinya, tetapi tidak ada yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semuanya tidak bisa diterima. Sesungguhnya, kata (الصوفى) sebenarnya hanyalah sebutan simbolis saja. Jika kita ingin mengurai maknanya, maka sebaiknya kita berpegang pada “nilai bilangan” dari huruf-huruf penyusun kata tersebut. Yang jelas, bahwa nilai bilangan dari huruf-huruf pembentuk kata (الصوفى) sebanding dengan nilai bilangan dari huruf-huruf pembentuk kata (الحكيم الالهى). Oleh karena itu, seorang sufi sejati adalah seseorang yang telah sampai pada al-hikmah al-Ilahiyah (pengetahuan tertinggi tentang Tuhan). Dia lah yang al-‘arif billah (yang benar-benar mengetahui atau ma’rifat kepada Allah Swt), karena Allah Swt tidak bisa diketahui kecuali dengan al-hikmah al-Ilahiyah tersebut. Itulah pengetahuan tingkat tertinggi, ma’rifat hakiki atau pengetahuan sejati.

Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa tasawuf bukanlah sesuatu yang “ditempelkan” pada agama Islam. Tasawuf bukanlah sesuatu yang berasal dari luar Islam. Sebaliknya, tasawuf adalah bagian paling substantif dari agama Islam. Islam tanpa tasawuf akan menjadi kurang maknanya, yakni kurang dalam hal ketinggiannya, karena tasawuf berbicara tentang “titik pusat”. Oleh karena itu, adalah keliru, jika ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari tradisi di luar Islam, seperti Yunani, India maupun Persia. Pendapat-pendapat tersebut bertentangan dengan istilah tasawuf itu sendiri yang memiliki keterkaitan erat dengan bahasa Arab. Jika ada persamaan antara tasawuf dengan sesuatu yang menyerupainya dalam budaya atau tradisi lain, maka itu adalah hal yang wajar, dan tidak perlu dianggap bahwa tasawuf “meminjam” unsur non Islam. Hal ini karena, selama hakikat itu bersifat tunggal, maka substansi semua aqidah adalah satu juga, meskipun berbeda bentuk luarnya.

Kita tidak perlu memberikan perhatian yang lebih untuk mendiskusikan asal-usul kata tasawuf, yang ternyata terus berlanjut di kalangan sejarawan tasawuf, khususnya tentang kapan kepastiannya kata tasawuf itu mulai ada. Kadangkala sesuatu itu telah ada sebelum ia memiliki nama atau sebutan yang khusus untuknya. Adakalanya sesuatu itu telah ada dengan nama yang lain dan adakalanya juga sesuatu itu tidak perlu untuk dinamai. Oleh karena itu, penjelasan yang benar persoalan tersebut adalah sebagai berikut;

Sesungguhnya sunnah telah memberikan petunjuk yang sangat jelas bahwa syari’at dan hakikat bersumber langsung pada ajaran Rasulullah Saw, dan pada kenyataannya, semua tarekat yang benar berpegang teguh pada silsilah (mata rantai) yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Sesungguhnya tasawuf berasal dari Arab-Islam, sebagaimana dengan al-Qur’an – yang menjadi sumber langsung ajaran tasawuf – juga Arab-Islam. Jika tasawuf melandaskan ajaran-ajarannya pada al-Qur’an, maka bisa dipastikan bahwa tasawuf belum diketemukan sebelum al-Qur’an difahami, ditafsiri dan direnungkan. Dari al-Qur’an lah memancar sumber kebenaran atau hakikat yang pada kenyataannya adalah makna terdalam dri al-Qur’an itu sendiri. Pertama kali, al-Qur’an ditafsirkan dari tinjauan bahasa dan logika. Sedangkan tafsir al-Qur’an yang bersifat sufistik, yang merenungkan makna al-Qur’an secara mendalam dan komprehensip, membutukan waktu yang lama. Jika al-Qur’an adalah sumber syari’at dan hakikat, maka antara syari’at dan hakikat tidak ada pertentangan apapun. Bagaimana mungkin keduanya bisa bertentangan, sedangkan sumbernya adalah satu? Bagaimana terjadi pertentangan, sedangkan hakikat harus berdiri di atas syari’at?

TASAWUF DAN GUGURNYA KEWAJIBAN SYARI’AT

Oleh: Syeikh Abdul Halim Mahmud (Mantan Rektor al-Azhar Mesir)
Alih bahasa: Juru Angon

Kita sering menemukan adanya provokator dalam setiap bidang kehidupan, baik dalam bidang keagamaan, politik, keilmuan bahkan dalam bidang tasawuf itu sendiri. Tujuan para provokator tersebut sangat jelas, yakni memperoleh keuntungan materiil dengan jalan pintas. Agar agama, ilmu pengetahuan maupun tasawuf tidak menjadi suatu yang disalahfahami, maka kita perlu menjelaskan bagaimana para provokator menyembunyikan wajahnya.

Agama dan ilmu pengetahuan memiliki kebenaran dan karakteristiknya sendiri yang sangat jelas, sehingga bisa menjadi “alat ukur” untuk mengungkap berbagai kebohongan dan kebatilan yang telah dilontarkan oleh para pendusta. Begitu juga dengan tasawuf.
Kami kemukakan hal di atas, karena berkaitan dengan apa yang pernah kami dengar berkaitan dengan adanya bid’ah dlalalah (bid’ah yang sesat) yang telah meresap dalam sebagian hati orang-orang yang belum mendalami agama secara khusus dan tasawuf secara umum.

Bid’ah ini memandang bahwa seseorang yang telah sampai pada tingkatan ma’rifat tertentu, ia dibebaskan dari kewajiban syari’at, sehingga ia boleh meninggalkan shalat, zakat, haji dan lain-lain yang telah menjadi kewajiban seorang muslim.
Ironisnya, pandangan tersebut pertama kali dimunculkan oleh mereka yang menggeluti bidang hukum dan syari’at. Mereka mengaku bahwa dirinya telah sampai pada tingkat ma’rifat tasawuf yang tertinggi dan sampai pada satu kondisi yang menurut anggapan mereka sudah tidak diwajibkan lagi menjalankan kewajiban-kewajiban syari’at.

Ketika saya melacak sumber “ma’rifat” mereka, maka anda pasti akan sangat heran, karena sumber pengetahuan mereka tidak lain adalah ruh-ruh yang sengaja mereka hadirkan – yang menurut mereka – melalui perantaraan tubuh seseorang. Ruh-ruh tersebut memberikan informasi kepada mereka mengenai berbagai persoalan ghaib dan lain-lain.

Perbuatan bid’ah yang berupa “menghadirkan ruh” telah bgitu tersebar dan populer di kalangan mereka. Kegiatan tersebut telah menjadi “agama” mereka. Dalam pandangan mereka, informasi yang diberikan ruh tersebut mengalahkan kedudukan al-Qur’an dan Sunnah.

Lebih ironis lagi, mereka justeru mengaku sebagai pengamal ajaran tasawuf. Mereka menganggap diri mereka sebagai tokoh sufi, orang ‘arif dan orang yang memperoleh ilham. Bahkan ada yang sudah keterlaluan karena mengaku sebagai seorang wali. Ada juga yang mengaku sebagai seorang rasul. Bahkan ada yang berani mengaku bahwa dirinya adalah Isa (‘alaihi salam), kemudian ada juga yang mengaku sebagai Nabi Muhammad Saw.

Yang lebih keterlaluan lagi, ada yang bahwa “kemanusiaan” yang ada dalam dirinya telah lenyap dalam sekejap, kemudian mengaku kepada para pengikutnya bahwa “Tuhan telah menyatu dengan dirinya”. Semua pengakuan orang tersebut selalu diperkuat dan didukung oleh ruh yang dihadirkannya. Ruh tersebut selalu membenarkan apa yang dikatakan orang tersebut. Maha benar Allah Swt, karena Dia memberikan perumpamaan tentang orang yang berhubungan dengan jin dan berpaling dari jalan kebenaran.
“Dan ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” Qs. Al-Jin; 6).

Mungkin anda akan bertanya: “Apakah ada hubungan antara menghadirkan ruh dengan tasawuf?” Jawaban ahli tasawuf tentang hal itu sangat jelas, bahwa antara menghadirkan ruh dengan tasawuf sama sekali tidak memiliki keterkaitan, justeru sebaliknya, keduanya saling bertentangan. Para ahli tasawuf menganggap bahwa menghadirkan ruh termasuk perbuatan pembodohan, karena hal itu sama saja dengan bekerja sama dengan jin dan syaitan. Allah Swt berfirman tentang hal itu.

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta” (Qs. Al-Syu’ara; 221-223).

Allah Swt juga berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (Qs. Al-Zuhruf; 36-37).

Tujuan tulisan kami di sini hanyalah untuk menjelaskan pandangan tasawuf tentang “gugurnya kewajiban-kewajiban syari’at”. Persoalan ini sering dianggap bukan sebagai sesuatu yang bid’ah (mengada-ada) oleh mereka yang mengaku sebagai orang sufi di era modern ini. Sesungguhnya, persoalan tersebut merupakan kesesatan yang telah ada sejak lama dan telah muncul di tengah-tengah masyarakat, kemudian dianggap sebagai salah satu dasar ajaran tasawuf. Suatu anggapan yang sangat keliru dan ditentang oleh tokoh-tokoh sufi yang sejati kapanpun dan di manapun mereka berada.

Yang pasti, jika ada beberapa problem atau permasalahan, maka yang menjadi rujukan dalam penyelesaiannya adalah mereka yang benar-benar menguasai bidang permasalahan tersebut. Oleh karena itu, ketika kami merujuk pada tokoh-tokoh tasawuf yang tidak lagi diragukan kredibilitasnya, baik mereka yang hidup di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, semuanya sangat mengingkari dan menentang pendapat di atas. Mereka menganggap bahwa gagasan tentang “gugurnya kewajiban syari’at” merupakan gagasan atau pendapat yang menyesatkan, penuh kebohongan dan tidak sejalan dengan ajaran agama secara umum.Kami akan membicarakan tentang pendapat sebagian ahli tasawuf klasik mengenai persoalan tersebut.

Abu Yazid al-Busthami pernah berkata kepada salah seorang temannya: “Marilah kita sama-sama melihat seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang wali” – dan dia memang dikenal ke-zuhud-annya. Kemudian, ketika laki-laki tadi keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, dia membuang ludahnya ke arah kiblat. Melihat kejadian tersebut, Abu Yazid langsung bergegas meninggalkannya dan tidak memberi salam kepadanya, lalu beliau berkata: “Laki-laki tadi tidak bisa mengamalkan akhlaq Rasulullah Saw, bagaimana mungkin pengakuannya (sebagai seorang wali) bisa dipercaya?”

Abu Yazid al-Busthami juga pernah berkata: “Kalian jangan tertipu, jika kalian melihat seseorang yang memiliki karamah -meski dia bisa terbang di udara-, sampai kalian melihat bagaimana orang tersebut melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, menjaga dirinya dari hudud (hukum pidana Allah Swt) dan bagaimana dia melaksanakan syari’at Allah Swt.”

Sahl al-Tusturi mengatakan tentang pinsip-prinsip dasar tasawuf: “Dasar-dasar tasawuf itu adalah tujuh, yaitu berpegang teguh pada al-Qur’an; meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw; memakan makanan yang halal; menahan diri dari menyakiti (orang lain); menjauhi maksiyat; senantiasa bertaubat; dan memenuhi segala yang telah menjadi kewajibannya”.

Al-Junaid, seorang tokoh dan Imam para sufi, berkata – sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi: “Barang siapa yang tidak menghafal al-Qur’an dan tidak menulis hadits, maka janganlah ia mengikuti jalan tasawuf ini, karena ilmu kami ini berasal dari dalil-dalil al-Qur’an dan sunnah.” Beliau menambahkan: “Ilmu kami ini selalu diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw”. Beliau juga berkata: “Pada dasarnya jalan tasawuf itu tertutup bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang memilih jalan yang ditempuh Rasulullah Saw, mengikuti sunnahnya dan terus tetap berada di jalannya.”

Pernah ada seorang laki-laki yang menuturkan tentang ma’rifat di hadapan al-Junaid dengan berkata: “Ahli ma’rifat kepada Allah Swt akan sampai pada satu kondisi dimana ia bisa meninggalkan perbuatan baik apapun dan ber-taqarrub¬ kepada Allah Swt”. Mendengar perkataan orang tersebut, al-Junaid berkata: “Itulah pendapat sekelompok orang yang menyatakan tentang ‘gugurnya amal perbuatan’, dan hal ini, menurutku, merupakan suatu kesalahan atau dosa yang sangat besar. Bahkan orang yang mencuri dan bezina masih lebih baik keadaannya daripada orang yang mengatakan pendapat tersebut”.

Jika kita menengok pada Imam al-Ghazali, maka kita akan melihat bahwa beliau menyatakan pendapatnya dengan tegas, jelas dan kuat argumentasinya. “Ketahuilah, bahwa orang yang menempuh perjalanan menuju Allah Swt itu sangat sedikit jumlahnya, namun mereka yang mengaku-aku sangat banyak jumlahnya. Kami ingin anda mengetahui seorang salik yang sebenarnya, antara lain; semua amal perbuatannya yang bersifat ikhtiyari selalu selaras dengan aturan-aturan syari’at, baik keinginannya, aktualisasinya maupun performansinya. Karena tidak mungkin bisa menmpuh jalan tasawuf, kecuali setelah ia benar-benar menjalankan syari’at. Tidak ada orang yang akan sampai (pada tujuan tasawuf), kecuali mereka yang selalu mengamalkan amalan-amalan sunah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang yang meremehkan kewajiban-kewajiban syari’at bisa sampai (pada tujuan tasawuf tersebut)?”

Jika anda bertanya: “Apakah kedudukan salik akan sampai pada suatu tingkatan di mana ia boleh meninggalkan sebagian yang menjadi kewajiban syari’atnya dan atau melakukan sebagian perbuatan yang dilarang oleh syari’at, sebagaimana pendapat sebagian syeikh yang menggampangkan persoalan tersebut?”

Jawabanku: “Ketahuilah, bahwa pendapat tersebut merupakan bentuk tipuan dan kebohongan yang nyata, karena orang-orang sufi sejati mengatakan: ‘Jika engkau melihat seseorang yang dapat terbang di atas udara dan berjalan di atas air tetapi dia melakukan satu hal yang bertentangan dengan syari’at, maka ketahuilah bahwa dia adalah syaitan’.”

Selanjutnya, kita sampai pada pendapat Abi Hasan al-Syadzali yang mengatakan: “Jika kasyf-mu bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka berpeganglah kepada al-Qur’an dan Sunnah dan abaikanlah kasyf-mu itu, lalu katakan pada dirimu sendiri; sesungguhnya Allah Swt telah memberikan jaminan tentang kebenaran al-Qur’an dan Sunnah kepadaku, tetapi Allah Swt tidak memberikan jaminan kepadaku tentang kebenaran kasyf, ilham dan musyahadah kecuali setelah dikonfirmasikan dengan al-Qur’an dan Sunnah”.

Orang-orang sufi mengikuti semua petunjuk yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah, baik Sunnah qauliyah (perkataan Nabi) maupun Sunnah ‘amaliyah (perbuatan Nabi). Mereka pasti sangat menyadari akan kebenaran sejarah bahwa Rasulullah Saw adalah contoh ideal dalam segala hal hingga akhir hayatnya.

Itulah beberapa pendapat dari kalangan sufi klasik. Sebagai penutup, kami kutipkan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah ditanya tentang sekelompok orang yang meninggalkan amal perbuatan atau kewajiban agama, tetapi mereka ber-husnu al-dzan (berprasangka baik) kepada Allah Swt. Rasulullah Saw menjawab: “Mereka itu bohong, kalau mereka itu berprasangka baik, tentu baik pula amal perbuatan mereka”. @@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar