Ki Sukma Rahayu
sukmarahayu70@yahoo.com
In the Name of God,
the Merciful, the Compassionate, Assalaam Alaikum Warahmatullah
Wabarakatuhu, Welcome to the Path to Peace, Sincerely Yours is also
friendship.
Sang Maha Meliputi semua materi, semua cahaya, semua
energi, semua getaran, semua daya, semua gerak, semua pikiran, semua
persepsi, semua kehendak, semua penglihatan, semua pendengaran, semua
rasa, semua waktu, semua jarak, semua dimensi, semua ruang, semua dunia,
semua akhirat, semua syurga, semua neraka, semua wujud, semua malaikat,
semua makhluk, semua sifat, semua baik, semua buruk, semua senang,
semua susah, semua bahagia, semua sedih, semua aksara, semua kata, semua
kalimat, semua bunyi, semua hidup, semua mati, semua nafas, semua apa
saja.., bahkan meliputi semua kesadaran…
RUANGAN yang merupakan
realitas dari sebuah kalimat sederhana yang membawa kesadaran kita untuk
menafikan segala sesuatu, LAA ILAHA…!. Ruang yang tidak ada apa-apa
lagi disitu yang bisa kita nafikan (tiadakan). KOSONG…, HENING…, ABADI…,
AL BATHIN…, ALIF LAM MIM…, NUN…
Masalahnya adalah, saat kita
ingin menyadari kekosongan ini, kita dihadapkan pada banyak referensi
yang tidak mudah untuk dimengerti. Kita digiring kepada
pengetahuan-pengetahuan yang rumit. Semakin rumit ilmunya, maka itu
dikatakan semakin hebat. Makanya untuk menemukan suasana kekosongan ini
saja, kita juga berumit-rumit ria. Haruslah begini, haruslah begitu,
haruslah begiti, haruslah begito, haruslah begita. Akhirnya kita jadi
pusing sendiri…
Padahal siapapun juga, siapa saja, sebenarnya
punya kesempatan yang sama untuk bisa menyadari adanya kekosongan abadi
ini. Sesuatu yang tidak perlu dicari-cari dan dibayang-bayangkan. dan
kosong kok dicari dan dibayangkan?. Ya tidak bakalan ketemu. Sebenarnya
kita tinggal DEKONSENTRASI…, KOSONG…, lalu tunjuk saja INI, selesai
sudah…
Kalau ada yang masih bingung juga, maka sebuah teknik Sufi
dan Para Sahabat Nabi yang amat sederhana berikut barangkali bisa
dijadikan sebagai alternatif cara yang patut dicoba. Yaitu teknik NO
CONFESS/TIDAK MENGAKU. Ya…, tidak mengaku…!. Apakah itu sulit. Jadilah
tidak mengaku pintar, tidak mengaku hebat, tidak mengaku khusyu, tidak
mengaku bisa, tidak mengaku tersiksa, tidak mengaku sedih, tidak mengaku
hidup, tidak mengaku ada, tidak mengaku apa saja…
Dan bagaimana
mau tidak mengaku kalau selama ini kita diajarkan untuk mengaku-ngaku.
Ini milikku, ini tanganku, ini dadaku, ini hartaku, ini pintarku, ini
bisaku, ini seribu pengakuanku… Dan semua pengakuan kita itu sudah
karatan berada didalam ceruk-ceruk memori otak kita. Anehnya lagi,
semakin kita tidak mengaku, malah sebaliknya pengakuan kita itu semakin
pekat muncul didalam pikiran kita. Saat kita mengaku tidak hebat, maka
yang muncul didalam pikiran kita malah kita yang hebat. Saat kita
mengaku tidak sombong dan angkuh, maka yang muncul didalam pikiran kita
malah saya sombong dan angkuh. Cobalah kalau tidak percaya.
So Insya Alloh Begitu..Pepatah Para Al-Irsyad,Al-Ghauts,Alh-Ma’qul,Ahl-Haqiqah,Ahl-allah dan Ahl-al Yaqn…
Ya
Insya Alloh, kalau kita mencoba untuk tidak mengaku itu dengan pikiran
kita. Untuk tidak mengaku itu, kita masuk kedalam alam memori pikiran
kita. Bahwa untuk mengaku tidak hebat itu caranya begini dan begitu,
untuk mengaku tidak sombong itu kita harus begini dan begitu. Hanya
sekedar definisi-definisi saja kesemuanya itu.
Padahal sombong
itu adalah rasa. Rasa sombong. Begitu juga dengan rasa-rasa yang
lainnya, seperti rasa hebat, rasa angkuh, rasa bisa, rasa hidup, rasa
kaya, rasa ada… Dan jadilah kita menjalankan rasa itu dalam setiap
langkah kehidupan kita. Saat dada kita dilekati oleh rasa angkuh, maka
kita akan menjalankan keseharian kita dengan rasa angkuh itu. Kepada
siapa saja kita akan angkuh. Malah semakin lemah dan rendah orang lain
yang ada dihadapan kita, maka rasa angkuh itu akan semakin kental dan
pekat pula munculnya. Dan kita sangat-sangat terbiasa masuk dan terikat
dengan rasa angkuh itu. Kita dililit oleh rasa angkuh itu, seperti
lilitan seekor ’ular python’ yang super besar. Kita terengah-engah
seperti kesulitan bernafas. Semakin dalam kita masuk kedalam ruangan
rasa angkuh itu, semakin sesak pula nafas kita. Malah sesak nafas kita
itu akan lebih parah lagi kalau ada orang lain yang ’menggemai’
(menyentuh) rasa angkuh kita itu dengan rasa angkuh miliknya, yang
menurut kita rasa angkuh dia jauh dibawah rasa angkuh kita. Sesak dan
menyiksa sekali.
Oleh sebab itu untuk memahami rasa itu, Para
Al-Hadrah Al-Uns/Maqom Mabahtulloh janganlah gunakan mata, telinga,
lidah, dan kulit kita. Untuk itu gunakanlah dada kita. So…, rasa angkuh
dan sombong, rasa mengaku itu tadi, ternyata letaknya ada di QOLBU kita.
Ada
aku dan ada Di QOLBUKU. Aku menjadi pengamat atas dadaku. Aku menjadi
terpisah dengan dadaku. Tuh ada dadaku dibawahku. Aku berada diatas
dadaku, diatas semua rasa, ”balil insanu ’ala nafsihi bashirah”,(al
Qiyamah 14).
Perjalaan Haqeqat Ruhaniyah TajaliaH Dan Sangat
menakjubkan sekali…, begitu kita berhasil menjadi pengamat atas dada
kita dengan arif, kita seperti keluar dari dada kita. Kita seperti
berada diatas semua rasa kita. Seketika itu pula kita akan terbebas pula
dari berbagai rasa pengakuan yang tadinya menyergap kita. Sebab aku
ternyata adalah wujud yang tidak pernah mengaku apa-apa, karena aku
memang tidak pernah terikat dengan berbagai bentuk pengakuan. Aku adalah
wujud yang melampui semua rasa pengakuan. Aku adalah wujud yang
semurni-murninya wujud, Ar Ruh.
Aku adalah wujud yang tidak
terpengaruh oleh rasa senang maupun sedih. Aku adalah diri yang tidak
terikat oleh rasa takut, rasa khawatir ataupun rasa tenang. Aku adalah
wujud yang berada dalam ruang kekosongan dari segala pengakuan. Inilah
makna Laa ilaha.. yang sebenarnya….quoting from the Quran:
‘And give
good tidings to the humble.’ [al-Hajj, 22:34]
(Wa-bashshiri-lmukhbitin.)” Akulah Ar Ruh yang sangat dekat dengan
Tuhan, Sang Pemilikku. INI…
Kalau sudah begini, kita tinggal
selangkah lagi saja untuk menjadi seorang yang bertauhid, seorang
mukmin. Kita tinggal MEMANCAR mengarah ke INI. Lalu panggil Sang INI
yang menyebut Diri-Nya dengan Nama ALLAH…, sudah mukmin deh kita.
Dan
setelah itu kita siapkan saja DADA kita untuk menerima berbagai
pemahaman dan pengajaran dari Allah terhadap apa-apa yang tidak kita
ketahui. Karena Dia memang adalah Sang Mengajarkan (Rabbi) kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya, ’allamal insaana maa lam ya’lam…’.
Masak sih nggak percaya?. Nantinya, barulah setiap pengajaran yang kita
terima itu kita lihat di peta atau referensi yang sudah ada. Kita sudah
sampai dimana, ada dimana, hendak dibawa kearah mana, sedang mengalami
apa, sedang merasakan apa, dan sebagainya.
Sekarang
pintar-pintarnya kita saja untuk mencari referensi yang terbaik diantara
referensi-referensi yang ada. Kita mau pakai peta yang bagaimana untuk
meningkatkan kesadaran kita dari hidup yang hanya sekedar berkutat
dengan wujud yang kosong menjadi hidup yang penuh keheran-heranan
melihat pada yang kosong ini ternyata ada keberartian, ada keberadaan.
ADA…
Peta terbaik, diantara peta-peta yang ada, menurut saya
adalah Al Qur’an. Ya Insya Alloh… Al Qur’an. Peta yang memuat ilmu
tentang segala keberadaan dan keberartian, sekaligus juga ilmu tentang
semua ketidakberadaan dan ketidakberartian. Nah…, bagi yang mau, ikuti
sajalah peta itu dengan telaten.
Setiap membaca sebuah ayat Al
Qur’an, misalnya yang menerangkan tentang sebuah kebaikan, selalulah
lihat ke dalam DADA kita sendiri. Lalu amatilah apakah suasana dada kita
itu sama dengan suasana yang disebutkan oleh ayat Al Qur’an tentang
kebaikan tersebut. Karena semua kebaikan pastilah punya suasana yang
khas didalam dada kita. Kalau sama, maka kita namanya sudah menjadi
orang yang bersaksi (syahid) terhadap kebenaran ayat tentang kebaikan
tersebut. Artinya dada kita saat itu adalah Al Qur’an itu sendiri. Al
Qur’an yang berjalan dibagian kebaikan.
Begitu juga saat kita
membaca sebuah ayat Al Qur’an tentang keburukan, atau paling tidak
tentang serba kebingungan kita tentang selendang Allah, misalnya, maka
buru-buru pulalah lihat DADA kita. Amatilah suasana dada kita. Apakah
dada kita juga tengah penuh dengan suasana keburukan atau serba
kebingungan tentang Allah?. Kalau ya, maka namanya dada kita itu juga
sedang sama dengan Al Qur’an, tapi dibagian yang tidak baiknya. Kita
telah menjadi Al Qur’an yang berjalan tapi pada bagian tentang
keburukan.
Jadi seperti apapun suasana DADA kita itu (termasuk
suasana isi otak kita), pastilah sama dengan salah satu atau banyak
ayat-ayat al Qur’an. Karena Al Qur’an memang adalah gambaran dari segala
kemungkinan suasana dada dan otak seluruh umat manusia dari zaman ke
zaman. Oleh sebab itu setiap kita membaca ayat Al Qur’an, janganlah
menganggap bahwa ayat tersebut adalah untuk orang lain. Jangan…!. Sebab
ayat itu adalah untuk diri kita sendiri. Agar supaya kita menjadi saksi
atas kebenaran tentang adanya kebaikan dan keburukan berikut dengan
segala suasananya yang ada.
Kalau sudah bersaksi, maka barulah
kita bisa menceritakan tentang apa-apa yang kita persaksikan itu. Kalau
belum bersaksi, tapi kita sudah berani-beraninya bercerita tentang
segala sesuatu yang suasananya belum ada didalam dada kita, maka
manfaatnya nyaris tidak akan ada bagi orang lain yang mendengarkan atau
membacanya. Paling hanya sekedar akan menjadi ilmu semata yang menyesaki
otak mereka. Oleh sebab itu Allah memperingatkan kita bahwa:
”Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (alami)”. (Ash Shaff 61:3)
Al
Qur’an menegaskan bahwa ada Allah yang meliputi segala sesuatu. Oleh
sebab itu siap-siaplah untuk menerima kenyataan bahwa pada kekosongan
ini ternyata ada SANG ADA, yang mengaku dengan sangat tegas: ”innani
anallah laa ilaha illa ana fa’budni wa aqimish shalaata lidzikri…
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”,
(Thaha 14).
Begitu SANG ADA menanamkan pengertiannya didalam dada
kita: ”innani anallah….”, maka tegaskanlah, isbatkanlah: ILLA ALLAH…,
ILLA ANTA…, ILLA ANTA…, ILLA ANTA…, Benar Ya Allah, Hanya Paduka saja
yang ada, hanya Paduka saja yang hak, hanya Paduka saja yang ada …”.
ADA…, ADH DHAHIRU, DZA LIKAL KITAB…
Kalau Sang Ada sudah bernyata
didepan kita, ADH DHAHIRU, ADA…, maka barulah panggil Dia dengan
merendah-rendah:”Ya Allah…, Ya Allah…, Ya Allah…”. Artinya, saat kita
memanggil Dia, kita tidak lagi mengarahkan kesadaran kita kepada materi
apapun juga yang bisa divisualkan, dibayangkan, didengarkan, dirasakan,
dan diemosikan. Kita semata-mata menghadapkan seluruh kesadaran kita
hanya dan hanya kepada WAJAH ALLAH, Sang Ada…
Ya…, syahadat,
sebagai pelajaran pertama saat kita mengaku sebagai seorang yang percaya
(beriman kepada Allah), adalah untuk menyadari dengan UTUH dan PENUH
tentang: ”laa ilaha illaallah”. ALLAH…, Dialah Al Bathinu, KOSONG, Alif
Lam Mim…, dan Dia pulalah Adh Dhahiru, ADA….”. KOSONG Yang ABADI dan
sekaligus pula ADA Yang ABADI…
Atau dalam tatanan kalimat yang
sangat sederhana adalah: Aku tidak akan pernah mengaku apapun juga,
biarlah Allah saja yang mengaku-ngaku tentang apapun juga. Aku tiada,
yang ada adalah Allah. Kullu man alaiha faanin, wa yabqa wajhu rabbika
(Al Rahman 26-27).
Lalu setiap saat SANG ADA akan selalu menuntun
kita untuk segera mengaturkan sembah kepada-Nya. Setiap kita
memanggil-Nya: ”ya Allah”, maka Dia akan tuntun kita: ”fa’budni, ya
hamba-Ku, sembahlah Aku…, mengabdilah kepada Aku…”.
Begitu kita
panggil Dia: ”Ya Allah…”, mata kita ditundukkan-Nya: ”Wahai mata,
merunduklah kepada-Ku. Rasakanlah seperti apa yang juga dirasakan oleh
hamba-hamba-Ku yang saleh lainnya tentang bagaimana cara seharusnya
hamba-Ku menyembah-Ku. Merunduklah…”. Dan matapun melepaskan bebannya
berupa butir-butir bening lembut yang mengalir deras tak tertahankan.
Semakin kita panggil Dia, mata kitapun semakin didudukkan-Nya dalam
posisi persembahan. Lihatlah bagaimana mata kita menyembah Tuhan-Nya
dengan caranya sendiri. Menangis. Biarkan sajalah sang mata
menyelesaikan prosesi penyembahannya itu sampai tuntas. Diam.
Saat
kita panggil Allah, kulit kitapun ditundukkan oleh Allah sendiri dalam
posisi persembahan kepada-Nya. ”Wahai kulit…, merunduklah kepada-Ku…,
fa’budni…”. Dan setiap inchi kulit kitapun bergetar halus menyampaikan
sembah kepada-Nya. Boleh jadi pada awalnya prosesi tersungkurnya kulit
kita itu dihadapan Allah dengan getaran yang agak kasar. Akan tetapi
biarkan sajalah kulit kita itu menyesesaikan tugasnya sendiri dalam
menyembah Allah. Lihatlah betapa kulit kita bergetar, bulu-bulu halus
kita bergetar, tangan kita bergetar, tubuh kita bergetar saat mereka
didudukkan oleh Allah dalam posisi persembahan.
Tidak hanya itu,
atom-atom tubuh kitapun didudukkan Allah dalam posisi persembahan
kepada-Nya. Atom-atom tubuh kita itu dibersihkan dan dimandikan oleh
Allah dengan Nur dari-Nya: ”fahua ’alaa nuurin mirrabbihi…”, sehingga
sang atom itupun seperti berubah menjadi kupu-kupu yang menari riang
menyambut fajar yang sedang merekah bagi sebuah kesempurnaan. Atom-atom
tubuh kita yang tadinya gelap karena bekas-bekas keangkuhan, dosa-dosa,
dan kekotoran kita, dicelup oleh Allah menjadi atom-atom yang penuh oleh
liputan cahaya iman, islam, dan ihsan…
Biarkan sajalah proses
itu berlangsung untuk beberapa saat. Karena sebenarnya saat itu kulit
kita dan atom-atom tubuh kita sedang dituntun sendiri oleh Allah untuk
menuju posisi persembahannya yang sebenarnya. Posisi TALINU (rileks,
lembut, bergetar halus). Diam.
Ketika kita terus memanggil Allah
dengan lembut, tubuh kitapun akan dituntun sendiri oleh Allah untuk
menyampaikan sembah dan sujudnya kepada Allah. ”wahai tubuh…,
warka’uni…, wasjudni…, waqtarib…, rukuklah kepada-Ku, sujudlah
kepada-Ku, marilah mendekat…!”. Dengan cara mulai dari yang agak keras
sampai kepada cara-cara yang sangat santun dan halus, tubuh kita akan
dituntun oleh Allah untuk rukuk dan sujud kepada Allah Sendiri. Karena
memang cara penyembahan tubuh kita kepada Allah adalah dengan cara itu.
Rukuk dan sujud. Ikuti sajalah prosesi penyembahan tubuh kita kepada
Allah ini sampai selesai. Diam.
Begitulah, mata kita, kulit kita,
tubuh kita, dan bahkan hati (dada, sudur) kita secara telaten dituntun
sendiri oleh Allah untuk menyembah Allah. Dada kita akan direkahkan
sendiri oleh Allah untuk menjadi luas, tenang, damai, dan tentu saja
bahagia. Kita hanya menikmati saja kesemuanya itu dengan rasa
terheran-heran. Dan kalau sudah begitu, maka kita tinggal ikuti saja
perintah Allah berikutnya, yaitu ”wa aqimish shalaata lidzikri…”.
Ya…,
dirikan sajalah shalat dalam suasana mata, kulit, tubuh, dan dada kita
menyembah Allah dengan caranya sendiri-sendiri. Tidak usah diganggu. Dan
kesemuanya itu akan selalu membawa kita untuk ingat dan sadar bahwa
benar Allah adalah Tuhan kita yang maha meliputi segala sesuatu. Kita
tinggal siap-siap saja lagi untuk menerima pencerahan demi pencerahan
yang memang kita butuhkan dalam hidup kita ini, sebagai bekal kita dalam
menjalankan tugas kita sebagai wakil Allah, kurir Allah, duta Allah
dialam dunia ini. …
Jadi selalu begitu: KOSONG (al bathinu, Alif
Lam Mim), DEKONSENTRASI, MEMANCAR KE SINI, lalu siap-siaplah untuk
menyadari bahwa pada saat yang sama ada SANG ADA (adh dhahiru, dzaa
likal kitab). KOSONG dan ADA, Al Bathinu dan Adh Dhahiru, ya… SATU.
INI…!. Masak sih hanya sampai ketemu yang KOSONG saja, ya bingunglah
jadinya. Kalau kosong, ya… namanya baru sadar akan Al Bathinu. Sampai
ketemu ADA gitu lho…, Adh Dhahiru. INI…
Jika Sang ADA sudah
bernyata dalam ketiadaan apapun juga (KOSONG), maka kita tinggal
bersiap-siap saja lagi dituntun oleh ALLAH sendiri untuk mengenal,
memahami, dan menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan
kita sendiri. Karena Sang ADA memang telah meletakkan dalam liputan-Nya
paling tidak sembilan puluh sembilan (99) Nama-Nya yang menunjukkan
aktifitas-Nya (Af’al-Nya) dalam menata seluruh alam yang diliputi-Nya.
Dimana ke 99 nama-Nya yang menunjukkan sifat, selendang, aktifitas,
atribut-Nya itu tepat berada dalam liputan-Nya sendiri. Sehingga dengan
gagah perkasa Dia berhak bersabda: ”semua sebutan nama itu adalah
milik-Ku, oleh sebab itu menghambalah kepada Aku saja…”.
Lalu
kita perhambakan saja diri kita kepada Dia. Ya…, kita ikuti saja apapun
permintaan-Nya ”seirama” dengan mata kita, telinga kita, kulit kita,
dada kita, tubuh kita yang dengan caranya sendiri-sendiri ikut
permintaan Allah pula, yaitu dengan DIAM, TENANG, LEMBUT (TALINU). Dan
Allah kemudian menyatakan bahwa posisi terbaik untuk menghamba
kepada-Nya adalah dengan mendirikan SHALAT.
Karena shalat memang
diperuntukkan buat kita agar kita selalu bisa sadar penuh kepada Allah.
Dari awal shalat (takbiratul ihram) sampai dengan salam tidak sehirupan
nafaspun kita terjauhkan dari Allah. Dalam shalat kita selalu diajak
untuk memandang Wajah Allah, memuja Allah, memuji Allah, menyembah
Allah, merukui Allah menyujudi Allah, berbicara dengan Allah, berdoa
kepada Allah, dan tentu saja untuk setiap aktifitas kita itu pasti ada
respon dari Allah, karena Dia memang ADA…
”innani anallah laa
ilaha illa ana fa’budni wa aqimish shalaata lidzikri… Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
meghambalah, mengabdilah kepada Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku.”, (Thaha 14).
Jadi ”laa ilaha illaallah” itu
sebenarnya bukanlah hanya sekedar sebuah bacaan ringan dan berguman
dilidah dan dibibir saja. Tetapi itu adalah sebuah proses yang sangat
lembut dan mengharukan yang membawa kita mampu untuk menjadi saksi atas
diri kita yang kehilangan segala pengakuan kita. Kosong, diam, hening,
abadi. Dan dengan seketika itu pula kita akan menjadi saksi bahwa pada
Wujud Keabadian itu ada SANG ADA, yang mengaku namanya adalah ALLAH.
Karena kita bersaksi kepada-Nya, maka Dia pun akan bersaksi pula kepada
kita. Karena Dia memang adalah Sang Maha Bersaksi, Asy Syahiid. Setelah
itu kitapun siap-siap dan bersedia untuk dijadikan-Nya sebagai hambanya,
pesuruhnya, abdi-Nya, kurir-Nya dalam menyampaikan Sifat-Nya dan
Af’al-Nya untuk merahmati manusia dan alam semesta disekitar kita.
Pada
waktu-waktu tertentu kita tinggal duduk merendah-rendah, bersimpuh,
rukuk, sujud dan DIAM di depan Wujud-Nya dalam ritual SHALAT sebagai
sarana kita untuk minta pertolongan, minta petunjuk, minta penilaian
kepada-Nya atas apa-apa yang akan dan yang sudah kita kerjakan.
Wasta’inu bish shabri wash shalah…, mintalah pertolongan kepada ku
dengan SABAR (DIAM) dan SHALAT…( Al Baqarah 45). Dan pastilah dia akan
memberikan jawaban dalam bentuh ILHAM (alhamaha), berupa solusi, jalan
keluar dari segenap masalah kita, dan rezki dari pintu yang tidak kita
sangka-sangka. Akhirnya tidak ada sikap lain yang bisa kita tunjukkan
kecuali sikap syukur kita, yang kemudian dibalas berlipat kali oleh
Allah dengan Syukur dari-Nya. Karena Dia memang adalah Asy Syakuur, Sang
Maha Bersyukur. Sehingga akhirnya yang tersisa pada diri kita hanyalah
rasa IMAN yang bertambah dan bertambah kepadanya. Karena setiap rasa
iman kita kepada-Nya akan dibalasnya dengan Iman dari-Nya. Sebab Dia
memang adalah Sang Maha Beriman, Al Mu’min.
Jadi proses laa ilaha
illah itu ternyata puncaknya adalah rasa IMAN kepada Allah. Dengan kata
lain, iman inilah puncak ilmu spiritual yang sebenarnya, yang sudah
kita lupakan sedemikian lamanya. Ya…, rasa Iman kepada Allah lah ILMU
YANG TERTINGGI yang bisa kita dapatkan dalam sebuah proses beragama.
Sedangkan hal-hal yang lainnya hanyalah merupakan aktifitas yang
menandakan bahwa kita ini hanyalah abdi Allah, hamba Allah, kurir Allah,
khalifah Allah yang diturunkan-Nya kemuka bumi ini untuk berkarya dan
berperadaban.
Allah – glory be to Him and may He be exalted! –
has given inanimate objects awareness and perception by which they
glorify their Lord. The stones fall down out of fear of Him. The
mountains and trees prostrate. The pebbles, water, and plants glorify
Him. All this is going on but we are not aware of it. Allah the Great
said, “There is nothing which does not glorify His praise, but you do
not understand their glorification”. (Quran 17:44) The companions heard
the food that was being eaten glorifying Allah. That was because the
companions had a transparency of heart that does not now exist among us.
All these things are part of our world and yet we are in complete
ignorance of them.
Truly in the heart there is a void that can
not be removed except with the company of Allah. And in it there is a
sadness that can not be removed except with the happiness of knowing
Allah and being true to Him. And in it thereis an emptiness that can not
be filled except with love for Him and by turning to Him and always
remembering Him And if a person were given all of the world and what is
in it, it would not fill this emptiness.
Bila Ada Kata yang
Kurang Berkenan Insya alloh Semata-mata Hanya Wujud Kebodohan Diri….dan
Ke alpaan Semua Semua Diri, Sajatinya Tiada Ilmu Tanpa Kepintaran, Tiada
Bodoh Tanpa Berilmu dan Beramal..
Mudah2n aloh Memberkati Kita semua. amein.
Di Sunting dan Disarikan, Serta dikaji Dari:
[1]Shaykhul Islam al Hujjatul Islam
Abu Hamid al-Ghazzali
(as Sufi al Naqschibandi ra)
geb.1059 in Tus, Ostiran; gest.1111
bedeutendster shafiitischer Rechtsgelehrter und aschariitischer
Theologe des Islams ,Denker ,
lehrte an der Nizamiyya-Hochschule in Bagdad
[2]
For a general discussion of the debate on Sufism in the twentieth
century, see Carl W. Ernst, Sufism: An Essential Introduction to the
Philosophy and Practice of the Mystical Tradition of Islam (Boston:
Shambhala, 1997), 199-228; Elizabeth Sirriyeh, Sufis and Anti-Sufis: The
Defence, Rethinking and Rejection of Sufism in the Modern World
(Richmond, Surrey: Curzon Press, 1999), chs. 4-6.
[3] Linda
Schatkowski Schilcher, Families in Politics: Damascene Factions and
Estates of the 18th and 19th Centuries (Stuttgart: Steiner Verlag,
1985), 194-196; Zaim Khenchelaoui and Thierry Zarcone, “La Famille
Jilânî de Hama – Syrie (Bayt al- Jilânî),” Journal of the History of
Sufism, 1-2 (2000), 61-71.
[4] Linda Schatkowski Schilcher, Families
in Politics: Damascene Factions and Estates of the 18th and 19th
Centuries (Stuttgart: Steiner Verlag, 1985), 194-196; Zaim Khenchelaoui
and Thierry Zarcone, “La Famille Jilânî de Hama – Syrie (Bayt al-
Jilânî),” Journal of the History of Sufism, 1-2 (2000), 61-71.
[5] Muhammad Abu al-Yusr ‘Abidin, Hakaya al-Sufiyya (Damascus: Dar al-basha’ir, 1993).
[6]
‘Imad ‘Abd al-Latif Naddaf, Al-Shaykh Ahmad Kuftaru yatahaddath
(Beirut: Dar al-rashid, 1997), 150-192. Stenberg reports that among
Kuftaro’s young adherents the ideas of Hasan al-Banna are well-known and
widely discussed. @@@
Bulu Perindu Sukma
Bulu Perindu Asli Kalimantan 082168589479 /2683F21E
Di dalam blog ini akan saya jelaskan tentang khasiat dari Bulu Perindu yang melegenda yang khasiat utamanya adalah sebagai media pengasihan atau pemikat lawan jenis,baik Pria ataupun Wanita. Bulu perindu dapat mengatasi Solusi asmara anda yang kandas,pacar di ambil orang,cinta bertepuk sebelah tangan, dan semua yang berhubungan dengan asmara ..
Ciri - ciri keaslian
Jika di tetesi / dibasahi air dan di letakkan di atas lantai atau sehelai kertas, maka secara menakjub kan Bulu Perindu tersebut akan menggeliat - geliat laksana seekor cacing. Sepasang Bulu Perindu jika di dekatkan / dipertemukan ujung - ujungnya, secara ajaib akan berangsur - angsur saling mendekat dan melilit.
Testing Video Keaslian Bulu Perindu Sukma
mahar tingkat satu 300.000 sudah ongkos kirim
khasiatnya antara lain.. pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita.
mahar tingkat Dua 550.000 ribu sudah ongkos kirim
Khusus yang tingkat dua perbedaanya dengan tingkat satu adalah khusus bagi yang sudah berumah tangga atau sudah menikah, mengapa demikian karena power atau bulu perindu tingkat 2 mempunyai power 2x lebih besar dari tingkat 1 karena untuk orang yang sudah menikah rata-rata mempunyai aura yang sudah melemah karena faktor energi cakranya yang meredup akibat sudah seringnya berhubungan badan, jadi di butuhkan kekuatan ekstra untuk
menggunakan bulu perindu ini.
kekuatan bulu perindu tingkat 2 ini di fokuskan untuk mengembalikan pasangan yang selingkuh/pergi dengan laki-laki lain atau sudah tidak cinta lagi
khasiatnya antara lain..
pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita tanpa ritual,puasa dan tanpa pantangan juga bisa di wariskan ke Anak CucuTanpa perlu panjang lebar berikut Testimoni para pemakai Bulu Perindu Sukma.
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
"Bagi
Para Pria dan wanita Yang Ingin Berhasil Dalam Mengatasi masalah
asmara,jodoh,perselingkuhan,agar di sayang atasan dan juga pelaris
usaha,Bisa Menggunakan Bulu Perindu Ini Sebagai Solusi"
|
Pembayaran dapat di lakukan ke salah satu rekening di bawah ini:
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
| |
| Bank BCA Kantor Cabang: KCU Bukit Barisan No. Rekening : 3831172434 Nama Pemilik : Hendro Susilo |
Bank Mandiri Kantor Cabang: KCP Medan Simpang pos No. Rekening : 105-00-1057268-7 Nama Pemilik : Hendro Susilo |
setelah transfer harap konfirmasi sms ke no 082168589479 ( Hendro Susilo )
sertakan juga no hp dan alamat lengkap saudara untuk memudah kan pengirimam bulu perindu.
bulu perindu dan tata cara penggunaanya akan di kirim melalui JASA JNE,TIKI DAN POS
Code Resi Paket pengiriman anda dapat di lihat di " CEK STATUS PENGIRIMAN " di bawah ini
dengan cara memsukkan nomor barcode/resi pengiriman yang akan saya berikan kepada anda melalui email/sms
NB: untuk pemohon agar terlebih dahulu mengirimkan email atau sms ke alamat
dan jika ingin kontak langsung hub atau sms ke no 082168589479
TESTIMONI DARI BB
Bukti pengiriman JNE dan Pos Indonesia
MAHAR PELET MANTRA 550.000 |MAHAR PELET FOTO |850.000 | MAHAR PELET SEMAR MESEM | 550.000 | MAHAR PUTER GILING 1000.000 | TLP/SMS 082168589479 /2683F21E
: JNE TIKI POS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar