Globalisasi di ranah ide, gagasan,
ilmu pengetahuan yang diiringi dengan teknologi berkembang amat pesat.
Lebih cepat dari kemampuan manusia untuk merenungkan apa hakikat
semuanya untuk kemanfaatan hidup. Orang tidak lagi disibukkan dengan
pertanyaan untuk apa kita memiliki ilmu, pengetahuan dan teknologi.
Namun lebih menekankan pada fungsi-fungsi kemanfaatan/pragmatisnya
semata. Semua pada akhirnya mengikuti arus globalisasi secara latah dan
masa bodoh dengan hakikat progress/kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahwa hakikat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
untuk penyempurnaan proses hidup manusia menuju kesatuan dan keserasian
lahir batin, jiwa dan raga.
Budaya Populer adalah budaya yang
berada di pusaran arus global. Sayangnya, perkembangan budaya global
justeru mematikan budaya-budaya nasional dan budaya lokal yang ada.
Budaya lokal secara substansial tidak mengalami kemajuan yang berarti
kecuali hanya untuk sarana komoditas ekonomi dan turisme saja. Budaya
yang merupakan hasil manusia untuk mengolah daya cipta, rasa dan karsa
berdasarkan atas kehendak dan keinginan masing-masing individu dalam
sebuah wilayah tidak mampu lagi dianggap sebagai sebuah kearifan.
Individu yang berada di
ruang-ruang budaya pun menjadi tumpul oleh arus pragmatis budaya global
yang mungkin dipandang lebih menarik, mudah, cepat dan efisien. Para
pengambil kebijakan tidak lagi memiliki semangat yang menyala untuk
nguri-uri kebudayaan lokalnya. Apalagi bila semua pihak tidak mendukung
lahirnya kreativitas-kreativitas baru berkebudayaan dan berkesenian.
Ini adalah situasi di mana kita
mengalami sebuah Degradasi Budaya bahkan kehancuran sistematis budaya
lokal. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat berbudaya dalam rangka
kebersatuan berbagai budaya lokal untuk maju dalam frame bangsa dan
negara pun hanya sebagai slogan yang kini semakin dilupakan.
Tumbuh berkembang serta kemajuan
sebuah budaya ditentukan pada bagaimana kita semua merespon dan menjawab
tantangan-tantangan budaya global. Respon dan jawabannya adalah agar
kita kembali kreatif, inovatif dan menciptakan wilayah-wilayah
perjuangan budaya yang mampu menjadi alternatif budaya global yang
terbukti tidak memiliki “ruh” kemanusiaan yang utuh.
Justeru pada budaya lokal, kita
menemukan kembali “ruh” kemanusiaan itu. Ruh yang akan menyinari
individu agar bisa bergerak secara harmonis antara individu dengan
individu yang lain, antara individu dengan alam semesta, bahkan antara
individu dengan dirinya sendiri sehingga nantinya individu tersebut akan
menemukan diri sejati yang merupakan wakil Tuhan di alam semesta.
Siapa yang harus memulai untuk
melakukan penyadaran adanya degradasi budaya ini? Sebuah fakta sejarah
terjadi pada 28 Oktober 1928 saat para pemuda mengikrarkan Sumpah
Pemuda. Intisari dan hakikat dari Sumpah Pemuda adalah kesadaran bahwa
semua elemen bangsa harusnya memiliki kehendak, keinginan, cita-cita
yang sama untuk mewujudkan sebuah kesatuan wahana dan ruang kreativitas
dan kebebasan ekspresi yang berbeda-beda.
Jembatan untuk memasuki wahana
persatuan dan kesatuan tersebut adalah tanah air, bangsa dan bahasa.
Setiap babakan sejarah, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan
zaman. Sejarah telah menegaskan tentang kepeloporan pemuda di era
kolonial hingga era perjuangan kemerdekaan bahkan di era reformasi.
Perjuangan pemuda selalu dihadapkan pada tantangan hambatan dan
kesulitan, bahkan darah dan airmata menjadi taruhan.
Di era masa lalu, gerakan
kepemudaan lebih berorientasi pada bidang politik. Kini tantangan kaum
muda masa kini justeru lebih banyak berupa rongrongan budaya global yang
sangat berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup mereka sehingga
harusnya gerakan kepemudaan kini lebih diorientasikan pada bidang budaya
local (local wisdom).
Pemuda harus memiliki semangat
untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan budaya global. Kita
berharap agar bangsa Indonesia bisa menghidupkan kembali budaya-budaya
lokal yang ada sehingga nanti terwujud bangsa yang maju berkembang tanpa
kehilangan jati dirinya. Kita buka mata dan hati kita, lihatlah bangsa
India, Cina, Jepang, Thailand, dan Korea telah membuktikan sendiri.
Bangsa yang meninggalkan pola hidup taklid hanya ikut-ikutan, ela-elu.
Kini telah tumbuh menjadi macam Asia, dihormati dan segani masyarakat
dunia, bangkit meraih kejayaan dengan berlandaskan loyalitasnya terhadap
nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang terdapat dalam tradisi
dan budayanya. Bangsa yang tahu karakter diri sejatinya, sangat tahu
tindakan apa yang harus dilakukannya.
Sumpah Pemuda merupakan momentum
yang berhasil menyatukan pemuda se-Indonesia dalam satu ikatan
kebangsaan, perasaan senasib, sepenanggungan yang diderita oleh pemuda
khususnya, telah memberikan kesadaran kritis terhadap situasi yang
dihadapinya yaitu adanya sebagai tantangan bersama telah membangkitkan
kesadaran kolektif pemuda untuk melawan penindasan budaya global.
Diperlukan gerakan massif untuk menghidupkan kembali budaya-budaya lokal
(baca; kearifan lokal) di tanah air secara terus menerus sebagai bentuk
nyata dari perjuangan kaum muda.
Perjuangan kaum muda di bidang
budaya diharapkan akan membawa perubahan sosial yang mendalam bagi
masyarakat, terutama di bidang pendidikan. Dari pendidikan ini muncullah
pejuang-pejuang muda yang kaya akan ide dan konsep untuk melawan budaya
global.
Untuk mewujudkan ide tersebut maka
dengan ini kami menyerukan kapada SEMUA PEMUDA DI TANAH AIR untuk
bersatu dalam gerakan SUMPAH BUDAYA 2009:
1. MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA
2. MENJADIKAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PIJAKAN IDE-IDE KREATIF PEMBANGUNAN
3. MENGEMBANGKAN KEARIFAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI NILAI-NILAI PEMBANGUNAN NASIONAL
4. MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI
MORAL, MENTAL DAN AJARAN HIDUP BERMASYARAKAT YANG ADA DI BUDAYA DAERAH
DALAM RANGKA MENDUKUNG PERKEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA.
5. MENGURANGI PENGARUH NEGATIF BUDAYA GLOBAL DENGAN MENGEMBANGKAN BUDAYA NUSANTARA
MOTTO :THINK LOCALLY ACT GLOBALLY !!
SUMPAH BUDAYA:
BERBUDAYA SATU, BUDAYA NUSANTARA
BERJATI DIRI SATU, JATI DIRI BANGSA INDONESIA
KASIH SAYANG SATU, SATU KASIH SAYANG LINTAS AGAMA
Indonesia, 28 Oktober 2009
Tertanda:
1. KI WONG ALUS (www.wongalus.wordpress.com)
2. KI ALANG ALANG KUMITIR (www.alangalangkumitir.wordpress.com)
3. KI SABDA LANGIT (www.sabdalangit.wordpress.com)
4. KI AGUNG HUPUDHIO
5. (SILAHKAN MENGISI SENDIRI
REKAN-REKAN YANG INGIN MENERUSKAN PERJUANGAN BUDAYA INI DAN BEBAS
DISEBARKAN TANPA IJIN, TERIMA KASIH).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar